Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Agung (1983-1993) dan
Menhankam/Pangab (1974-1978), ini lebih dulu berprofesi guru sebelum
meniti karir militer. Putera Batak bernama lengkap Maraden Saur Halomoan
Panggabean, kelahiran Tarutung,
Sumatera Utara, 29 Juni 1922, ini meninggal dunia dalam usial 78 tahun,
Minggu 28 Mei 2000 pukul 18.50 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM), Jakarta, setelah dirawat sekitar satu bulan akibat stroke.
Jenazah jenderal bintang empat ini disemayamkan di rumah kediaman Jalan
Teuku Umar No 21 Jakarta Pusat, dan dilangsungkan upacara adat Batak dan
upacara gereja.
Kemudian diserahkan kepada pemerintah untuk dimakamkan di TMP Kalibata
dengan upacara militer. Dia meninggalkan seorang isteri Meida Seimima Tambunan dan empat orang anak.
Ayah mertua perancang mode Ghea
Panggabean (isteri Baringin
Panggabean,
putera ketiga), ini mengawali karier militer ketika Jepang datang ke
Indonesia. Dia meninggalkan profesi guru (bahkan sempat menjabat Kepala
Schakelschool di
Tarutung), kebanggaan masyarakat Batak
waktu itu, dengan masuk sekolah militer. Dia pun terlibat aktif dalam
pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (1945-1946). Sebagai mantan guru,
dia pun dipercaya menjadi Pelatih Militer di Kotapraja
Sibolga (1945) dan Kastaf BN I Res IV Div X Sumatera (1945-1949).
Kemudian
menjabat Kastaf Res Brigade Tapanuli, KMD Sektor IV/Sub Terr VII Sum-Ut
(1950-1959). Pada masa ini, dia pun mengikuti pendidikan Infantry
Officer's Advance Course USA (1957). Lalu, dia menjabat KMD BN 104
Waringin TT I, Komandan Resor 5 TT II, Kastaf Koanda IT merangkap Hakim
Perwira Tinggi Makassar, dan Panglima Mandala II, saat meletusnya
G-30-S/PKI (1965).
Kemudian, karier politiknya menanjak menjadi
Wapangad (1966) dan Panglima AD (1969). Setelah itu, ia pun menjabat
Pangkopkamtib (1969), sebuah jabatan yang paling disegani pada masa Orde
Baru. Lalu, dia pun mencapai karier militer tertinggi sebagai
Menhankam/Pangab (1974-1978).
Setelah itu, dia memasuki jabatan
politik sebagai Menko Polkam Kabinet Pembangunan III (1978-1983).
Kemudian pada tahun 1983-1988) dia menjabat Ketua DPA menggantikan KH
Idham Chalid.
Sebagai seorang tokoh militer yang dekat dengan
Presiden Soeharto, dia pun aktif dalam kegiatan organisasi di Golkar,
kendaraan politik Orde Baru. Di Golkar, dia menjadi anggota Dewan
Pembina (1973), Ketua Dewan Pembina Golkar (1974-1978), dan Wakil Ketua
Dewan Pembina/Ketua Presidium Harian Dewan Pembina Golkar (1979-1988).
Selain itu, dia juga aktif membina komunitas masyarakat
Batak, sebagai Ketua Penasihat Lembaga Permufakatan Adat dan Kebudayaan
Batak
(LPAKB) dan Pembina Yayasan Bina Bona Pasogit (1989-2000) yang
pendiriannya dilatarbelakangi penanggulanagn bencana alam gempa di
Tarutung