Pro
dan kontra Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta
mengerucut pada satu tema, Gubernur dipilih langsung oleh rakyat atau
ditetapkan. Perbedaan pendapat antara Istana dengan Sri Sultan Hamengku
Buwono X semakin kentara saat wacana referendum mengemuka.
Sultan
meminta keputusan penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta dipilih secara langsung harus disepakati melalui referendum.
Pemerintah dan DPR, kata Raja Yogyakarta itu, tak bisa menentukan itu
sendiri.
Keistimewaan
Yogyakarta dipertanyakan? Pada Jumat 26 November lalu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono saat membuka rapat kabinet terbatas di kantornya
mengatakan tidak pernah melupakan sejarah dan keistimewaan DIY
Keistimewaan
DIY itu sendiri berkaitan dengan sejarah dari aspek-aspek lain yang
harus diperlakukan secara khusus sebagaimana pula yang diatur dalam
Undang-undang Dasar. Maka itu harus diperhatikan aspek Indonesia adalah
negara hukum dan negara demokrasi.
Pernyataan
ini yang mungkin menuai kontroversi. "Nilai-nilai demokrasi tidak boleh
diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang
bertabrakan dengan konstitusi mau pun nilai-nilai demokrasi," kata SBY.
Sejak
sebelum Indonesia merdeka, baru kali ini Keistimewaan Yogyakarta
dipertanyakan. Status sebagai Daerah Istimewa itu merujuk pada runutan
sejarah berdirinya propinsi ini, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebelum
Indonesia merdeka, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan
karena Yogyakarta adalah Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga
Kadipaten Pakualaman. Daerah yang mempunyai asal-usul dengan
pemerintahannya sendiri, di zaman penjajahan Hindia Belanda disebut
Zelfbesturende Landschappen. Di zaman kemerdekaan disebut dengan nama
Daerah Swapraja.
Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh Pangeran
Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kadipaten
Pakualaman, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran Notokusumo,
(saudara Sultan Hamengku Buwono II ) kemudian bergelar Adipati Paku Alam
I.
Pemerintah
Hindia Belanda saat itu mengakui Kasultanan maupun Pakualaman, sebagai
kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan
dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik Kasultanan tercantum
dalam Staatsblad 1941 No 47 dan kontrak politik Pakualaman dalam
Staatsblaad 1941 Nomor 577.
Pada
saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri
Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa
Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian
wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu
mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sri
sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden
Republik Indonesia. Pegangan hukumnya adalah:
1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI
2.
Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII
tertanggal 5 September 1945 (yang dibuat sendiri-sendiri secara
terpisah)
3.
Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal
30 Oktober 1945 (yang dibuat bersama dalam satu naskah).
Dengan
dasar pasal 18 Undang-undang 1945, DPRD DIY menghendaki agar kedudukan
sebagai Daerah Istimewa untuk Daerah Tingkat I, tetap lestari dengan
mengingat sejarah pembentukan dan perkembangan Pemerintahan Daerahnya
yang sepatutnya dihormati.
Pasal
18 undang-undang dasar 1945 itu menyatakan bahwa "pembagian Daerah
Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan
hak-hak asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat Istimewa".
Sebagai
Daerah Otonom setingkat Propinsi, DIY dibentuk dengan Undang-undang
No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut.
Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi bekas
Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar